OtoHub.co Belakangan ini lagi ramai isu soal beberapa brand bahan bakar swasta di Indonesia yang batal membeli base fuel dari Pertamina.
Batal pembelian base fuel tersebut disinyalir lantaran terdapat kandungan etanol sebesar 3,5%.
Padahal pemakaian etanol sendiri di dunia bukan hal yang baru, dan banyak negara menggunakannya untuk campuran bahan bakar mereka, baik itu di Amerika, Brazil, Asia, Afrika hingga Eropa.
Tapi sebelum kita bahas lebih lanjut, kita kupas dulu apa itu etanol.
Etanol ini istilah kimianya etil alkohol, merupakan cairan yang mudah menguap, tidak berwarna, dan mudah terbakar.
Senyawa ini diproduksi melalui fermentasi dan memiliki rumus kimia C2H5OH, dan banyak digunakan dalam berbagai produk yang sering dikonsumsi masyarakat.
Antara lain seperti untuk medis, minuman beralkohol, pelarut industri, hingga sebagai campuran bahan bakar terbarukan.
Baca Juga:
Video: Tes Lengkap BBM Pakai Alat Oktis-2 vs CFR Engine, Mana Paling Akurat?
Nah, yang jadi pertanyaan, apa manfaat pemakaian etanol dalam bahan bakar, serta plus minusnya?
"Dalam perkembangan zaman dan teknologi, serta tuntutan lingkungan tentang emisi gas buang, maka formulasi bahan bakar itu berubah. Yang tadinya hanya mencampur-campur nafta, maka berubah lah dengan penambahan aditif," jelas Dr. Ing. Ir. Tri Yus Widjajanto Zaenuri, pakar konversi energi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) saat dihubungi OtoHub.co via ponsel (2/9/2025).
Tujuannya, lanjut pria yang akrab disapa Prof. Yus ini, yaitu untuk menaikkan oktan.
"Nah, salah satu yang digunakan untuk menaikkan oktan ini adalah etanol," tambahnya.
Lebih lanjut ia mengatakan kalau etanol murni sendiri punya nilai RON (Research Octane Number) mencapai 110 sampai 120.
"Jadi misalnya ada bahan bakar yang dicampur etanol misalnya 5% saja, maka bahan bakar tersebut oktannya akan bertambah sekitar 5,5 (hasil dari 5/100 x 110)," terang Prof. Yus.
Sementara jika kandungan etanolnya 3,5% seperti yang diributkan saat ini, lanjutnya, artinya bahan bakar tersebut akan terjadi kenaikan oktan sekitar 4 poin.
Artinya jika bahan bakar yang diimpor misal RON 92, bila ada campuran etanol 3,5%, "Maka bisa jadi RON asalnya 88. Atau misal yang diimpor RON-nya 98, maka aslinya mungkin 94," jelasnya panjang lebar.
Tapi permasalahan sebenarnya kata Prof. Yus kemungkinan bukan itu, melainkan soal cost yang mungkin harus dikeluarkan bila menggunakan base fuel yang dicampur etanol.
"Karena mereka pasti akan tambahkan aditif, deposit control additive. Bila bahan bakarnya ada kandungan etenolnya, maka dosis aditifnya kira-kira bisa 3 kali lebih banyak bila dibandingkan dengan bahan bakar yang tidak ada etanolnya," bilang Prof. Yus.

Nah, ini lah yang mungkin jadi polemik bagi pengelola BBM swasta di Tanah Air.
Pasalnya saat ini kata Prof. Yus, bahan bakar swasta yang ada di Indonesia mengimpor BBM mereka masih dalam bentuk produk jadi dari luar.
"Mereka belum punya fasilitas pengolahan BBM seperti kilang di sini," tambahnya.
Tentunya hal ini akan jadi masalah bila mereka harus beli base fuel dari Pertamina, karena harus melakukan penambahan aditif lagi agar sesuai spesifikasi brand masing-masing.
"Padahal Pertamina juga waktu itu kasih opsi bila mau tambah kuota, BBM swasta ini jangan hanya jual di kota-kota besar saja, tolong juga di daerah," tuturnya.
Hemm.. benar juga ya, jadi ada win-win solution nih untuk bangsa ini, tul gak?
