OtoHub.co - Beberapa pedagang mobil bekas ternyata menghadapi dilema besar soal jualan mobil listrik.
Data terbaru per Juli 2025 dari survei ke pedagang mobil bekas menunjukkan, bahwa depresiasi harga EV (Electric Vehicle) bekas cukup bikin panas dingin pedagang, bahkan lebih parah dibanding mobil bekas bermesin bensin.
Contohnya Hyundai Kona Electric yang saat rilis 2020 dibanderol Rp 674,8 juta, kini second-nya hanya dihargai Rp 180-190 juta. Artinya nilainya sudah anjlok sekitar 72,6 persen.
Ada lagi, Wuling Air ev juga tak kalah ngeri. Dibanderol mulai dari harga Rp 230 juta pada 2022, kini bekasnya laku Rp 80-90 juta, alias turun 63 persen.
Model-model baru pun tak lepas dari tren ini. Wuling Binguo EV (2023) yang awalnya Rp 350 juta kini harga secondnya anjlok ke Rp 130-140 juta, susut 61,4 persen.
Bahkan mobil listrik premium seperti Toyota bZ4X dari Rp 1,2 miliar, harga bekasnya tinggal Rp 450-500 juta, atau jatuh sekitar 60,4 persen.
Rincian harga pasaran mobil listrik bekas tersebut dibisikkan oleh Lucas, dari showroom Istana Jaya Motor di Bursa Otomotif Buana POIN PIK2. Ia mengaku pedagang sering ragu untuk menyimpan stok mobil listrik.
"Ya itu yang bikin ketar-ketir pedagang juga kalau mau ambil mobil EV sebagai stock," ujar Lucas, yang dihubungi OtoHub (22/08/2025).
"Sehingga biasanya enggak masuk ke stock, karena ya mereka (pemilik unit EV) menganggap tawaran kita murah. Jadi jual mobil EV saat ini, gak mungkin juga secepat jual Avanza atau mobil bensin lainnya," imbuhnya.
Masih menurutnya, masalah garansi ikut memperparah kondisi. Garansi baterai seumur hidup yang kerap digembar-gemborkan pabrikan ternyata hanya berlaku bagi pemilik pertama.
Begitu berpindah tangan, garansi otomatis hangus.
"Jadi harga anjlok, warranty yang diberikan buat memiliki mobil EV nggak layak untuk diperjualbelikan secondary-nya," kata Lucas.
Kalau sudah begitu, Lucas menyebut dari ranah pedagang, bahwa persoalan paling krusial tetap di perputaran modal.
"Kalo buat muter (modal) ya lebih cuan mobil konvensional, cuma kalo buat stock atau disisi lain branding showroom saja sih, maka stock EV (bisa) melengkapi dengan stock yang lain juga. Paling gitu," sebutnya menganalisa.
Baca Juga:
Depresiasi Brutal, Toyota Alphard dan Mobil Listrik Jadi Korban di Pasar Mobkas 2025
Artinya, meski sebagian showroom tetap memajang EV untuk memperlihatkan keberagaman stok, secara bisnis murni mobil konvensional jauh lebih aman.
Risiko besar terletak pada kecepatan perputaran uang, karena jual mobil listrik bekas butuh waktu lebih lama.
Di sisi lain, konsumen yang ingin masuk ke pasar EV bekas sebenarnya punya peluang besar mendapatkan harga jauh lebih murah dibandingkan unit baru.
Namun persoalan garansi, daya tahan baterai, dan ketidakpastian teknologi bikin banyak calon pembeli berpikir ulang.
Bagi dealer seperti Lucas, menjual EV saat ini ibarat berjudi.
Bisa jadi laku cepat dengan margin tipis, bisa juga terparkir lama di showroom dan menggerus modal.
Alhasil jadi dilema bagi sebagian pedagang mobil bekas, layaknya bermain api di era transisi teknologi otomotif.