Siap-Siap Pusing Kepala, Resale Value Mobil Listrik Bekas Drop Sepertiga Harga Barunya

News Harryt Dagu
Kamis, 05 Juni 2025 19:00:00
Istimewa

(Ilustrasi) Pameran mobill listrik BYD

OtoHub.co - Anggapan bahwa mobil listrik (BEV) punya nilai jual kembali (resale value) yang terjun bebas atau drop lebih dalam dibandingkan mobil bensin atau diesel (ICE) ternyata bukan sekadar sudah dirasakan belakang ini.

"Sampai saat ini kalau depresiasi EV masih lebih tinggi dibandingkan mobil bensin atau diesel. Depresiasi mobil bensin atau diesel yang umum sekitar 15-20% per tahun, sedangkan mobil listrik yang umum (non-premium) bisa sampai 20-30% per tahun," terang Yudi Budiman, pemilik showroom mobil bekas Indigo Auto.

Bayangkan, hanya dalam satu tahun, mobil listrik bisa kehilangan seperempat hingga sepertiga dari harga barunya. Angka ini jelas jauh lebih besar dibanding mobil konvensional yang depresiasinya lebih bisa diprediksi.

Baca Juga:

Harga Mobil Listrik Bekas Nyungsep Tak Terbendung, Kenapa Bisa Begitu? Ini Kata Pedagang

Salah satu penyebab utama ambruknya harga mobil listrik bekas bukan hanya soal kekhawatiran baterai atau perkembangan teknologi.

Yudi menyoroti strategi agresif pabrikan EV, terutama dari Tiongkok, yang justru menjadi bumerang bagi model mereka sendiri.

"Yang bikin krusial penurunannya itu dari produk barunya juga," ungkap Yudi, yang buka showroomnya di BEZ Auto Center, Gading Serpong Blok A39, Kabupaten Tangerang, Banten.

Ia mengambil contoh Wuling Air EV Long Range yang saat pertama meluncur harganya di atas Rp 300 jutaan.

"Sekarang kan dia keluarin lagi yang terbaru, Long Range, orang ngejar Long Range-nya, harganya under Rp 200 juta," jelas Yudi, seraya bilang model baru yang lebih canggih dan lebih murah otomatis menggerus harga model lamanya.

Fenomena ini juga semakin kentara pada segmen mobil listrik premium.

Yudi mencontohkan BYD Denza, meskipun secara performa jauh melampaui Toyota Alphard, bahkan torsinya dua kali lipat Alphard, namun harga jual bekasnya 'hancur lebur'.

"Padahal, Alphard yang sudah bertahun-tahun dipakai pun depresiasinya tidak seekstrem Denza," ujarnya.

Mengapa? Karena bagi sebagian orang, mobil adalah investasi, dan Alphard, yang "rajanya MPV Premium," masih memegang nilai jual yang kuat dan bisa diprediksi.

Yang lebih parah lagi, kanibalisme terjadi di internal pabrikan. Yudi menyebut kasus BYD Seal yang sempat mematahkan dogma bahwa sedan tidak laku.

Namun, tak lama kemudian muncul BYD Sealion 7 yang fiturnya lebih lengkap, harganya lebih terjangkau dan tampilannya SUV, sangat disukai di Indonesia.

"Itu yang membuat harga jual kembali saudaranya sendiri (BYD Seal) itu hancur," beber Yudi.

Hal ini membuktikan bahwa pabrikan sendiri, dengan meluncurkan model baru yang lebih baik dan lebih murah dalam waktu berdekatan, justru membunuh nilai jual model sebelumnya.

Baca Juga:

Waduh, Resale Value Mobil Listrik Turun Tajam, Konsumen Mulai Hitung-hitungan

Perhitungan "Sakit Kepala" Sang Pemilik

Yudi menyarankan agar calon pembeli mobil listrik bekas berpikir dua kali, terutama untuk unit dengan harga di atas Rp 400 juta.

"Penurunan depresiasinya bikin sakit kepala, bisa bikin demam tinggi," ujarnya berkelakar, namun dengan nada serius.

Ia memberikan contoh Hyundai Ioniq 5 tahun 2022 yang ia jual seharga Rp 450 juta. Padahal, harga barunya saat itu sekitar Rp 880 juta.

"Hampir 50 persen depresiasinya. Hanya dalam 3 tahun? Iya," tegas Yudi.

Meskipun mobil tersebut baru berjalan 20 ribuan kilometer, kerugian nilai nyaris setengah harga beli membuat pemiliknya gigit jari.

Meski mobil listrik menawarkan keuntungan seperti pajak STNK yang sangat murah (BYD Denza hanya Rp 600 ribu per tahun dibanding Alphard Rp 20 juta) dan biaya bahan bakar yang irit, depresiasi yang tidak terkontrol ini menjadi beban terbesar.

"Memang pajak tahunan STNK-nya murah. Tapi depresiasinya yang enggak tertolong, susah kan jualnya," keluh Yudi.

Baca Juga:

Milenial Jangan Tergiur Harga Murah, Begini Cara Deteksi Mobil Bekas Banjir

Resale Value Belum Terbentuk

Lalu, kapan pasar mobil listrik bekas akan stabil? Yudi memprediksi titik krusialnya adalah sekitar tahun 2030. Ini adalah masa ketika mobil listrik yang mulai banyak beredar di tahun 2022 mencapai usia sekitar 8 tahun.

Pada saat itu, akan terlihat apakah kekhawatiran akan masa pakai dan harga penggantian baterai benar-benar terbukti.

"Kalau itu terjadi, jujur, mungkin mobil Jepang akan dipilih lagi," kata Yudi. Artinya, harga jual kembali mobil listrik, terutama dari pabrikan Cina, saat ini memang belum terbentuk dan sangat sulit diprediksi.

Ia menyarankan bila berencana memiliki mobil listrik, pertimbangkan masak-masak faktor depresiasi ini.

Jika berencana memakai mobil listrik dalam jangka waktu cukup panjang, minimal 6 tahun sesuai garansi baterai, mungkin kerugian ini bisa diminimalisir dari penghematan biaya operasional.

Namun, jika Anda termasuk yang sering gonta-ganti mobil, siap-siap pusing dengan resale value mobil listrik bekas yang bisa bikin dompet menjerit.

Bagikan

Baca Artikel Asli