News Harryt DaguHarryt Dagu Senin, 19 Mei 2025 11:17:43

Sudah Dikasih Insentif, Kok Penjualan Mobil Tetap Seret? Ini Biang Keladinya

Sudah Dikasih Insentif, Kok Penjualan Mobil Tetap Seret? Ini Biang Keladinya
Patar/OtoHub

Penjualan mobil nasional anjlok tajam di awal 2025

OtoHub.co - Membedah data penjualan mobil Januari-April 2025 yang dirilis Gaikindo bikin alis banyak pihak naik. 


Pasalnya, penjualan mobil nasional anjlok tajam di awal 2025, baik dari sisi wholesales (pabrikan ke dealer) maupun retail (dealer ke konsumen). 


Bahkan di April 2025, selama sebulan penuh, hanya 51.205 unit yang terjual ke dealer. Terendah dalam 12 bulan terakhir. 


Dari sisi retail, penjualannya juga melemah di angka 57.031 unit. Padahal bulan sebelumnya, Maret, masih menyentuh 70 ribuan unit.


Secara kumulatif, selama empat bulan pertama tahun ini, total penjualan wholesales baru 256.368 unit, sementara penjualan retail tercatat 267.514 unit. 


Angka ini jelas bikin alarm berbunyi kencang. Sebab bukan cuma lebih rendah dari tahun lalu.


Tapi juga datang di tengah upaya pemerintah dan industri mengguyur pasar dengan stimulus dan insentif agar roda ekonomi bergerak lewat sektor otomotif.


Tapi pertanyaannya, kenapa insentif yang sudah digelontorkan tidak membuahkan hasil?


Baca Juga:

Daftar Lengkap Insentif Pajak Otomotif 2025, Siap-Siap Dapat Diskon Mobil Baru

Insentif Tak Disambut Daya Beli


Selama ini, pemerintah sudah mencoba banyak cara. Mulai dari PPnBM ditanggung pemerintah, diskon PPN untuk mobil listrik, insentif pajak mobil hybrid, hingga kredit ringan lewat lembaga pembiayaan. 


Untuk kendaraan listrik, bahkan ada potongan PPN hingga tinggal 1% untuk model dengan kandungan lokal 40% ke atas.


Tapi di lapangan, itu semua belum cukup menggugah pasar. Diskon dan stimulus pajak memang membuat harga terlihat menarik di brosur, tapi realita di lapangan tidak semudah itu. 


Konsumen masih dihadapkan pada biaya hidup tinggi, bunga kredit yang belum stabil, dan kekhawatiran ekonomi pasca tahun politik. 


Banyak orang terhimpit pada realita melemahnya daya beli, dan memilih menunda pembelian, meski sudah tergoda promo besar-besaran.


Apakah Formulanya Salah?


Kalau dibandingkan dengan negara lain, Indonesia memang belum "seberani" tetangganya dalam menggairahkan pasar otomotif lewat insentif langsung.


Contoh di Thailand, pemerintahnya memberikan subsidi langsung pembelian mobil listrik hingga setara Rp 65 juta, plus pemotongan bea masuk dan pajak konsumsi.


Hasilnya, penjualan EV di sana melonjak lebih dari 400% dan jadi magnet baru bagi investasi otomotif global.


Baca Juga:

Nilai Investasi Sektor Otomotif Naik, Ini Tantangan di 2025 Nggak Kalah Besar, Ini Dia!

Sementara itu, Vietnam memberi pembebasan pajak registrasi dan potongan pajak konsumsi untuk EV, sekaligus menyokong brand lokal seperti VinFast. 


Di Tiongkok, dukungan lebih masif lagi. Mulai dari subsidi tunai pembelian, pemangkasan pajak, sampai prioritas pelat nomor. Tak heran kalau pasar mobil listrik di sana jadi yang terbesar di dunia.


Bahkan Jepang, yang relatif konservatif, memberikan subsidi hingga Rp 80 jutaan untuk EV dan potongan pajak tahunan bagi pemiliknya.


Sementara di Indonesia? Potongan pajak iya, tapi subsidi tunai untuk mobil nyaris tidak ada. 


Untuk motor listrik saja yang dapat subsidi Rp 7 juta, dan itu pun baru berjalan dengan sistem yang masih sering dikeluhkan ribet. Tak heran kalau efeknya tidak terasa signifikan.


Apakah Salah Sasaran?


Di balik insentif yang terasa "setengah hati", publik juga melihat bahwa kebijakan masih lebih berpihak pada pabrikan daripada konsumen. 


Stimulus seringkali diberikan dalam bentuk pengurangan pajak produksi, bukan dalam bentuk subsidi langsung ke pembeli. 


Akibatnya, harga turun di atas kertas, tapi tidak cukup menggoda di kantong.


Baca Juga:

Tarif Balasan AS Jadi Ancaman, AISMOLI Minta Pemerintah Jaga Industri Motor Listrik Lokal

Penurunan penjualan mobil di awal 2025 ini jelas bukan sekadar fluktuasi musiman. Ini sinyal bahwa pendekatan insentif mungkin perlu direvisi. Insentif tidak bisa hanya disiapkan untuk mendongkrak angka produksi. 


Yang lebih dibutuhkan adalah keberanian memberikan insentif langsung kepada konsumen.


Tujuannya guna mencegah pasar yang terus stagnan, dan insentif tidak hanya akan jadi anggaran yang hangus tanpa hasil. 


Mobil tetap didiskon, tapi tetap tak terbeli. Dan jangan sampai mimpi pemulihan ekonomi lewat sektor otomotif pun akan terus jalan di tempat.



Related Article

Related Category